Image and video hosting by TinyPic

Breaking News

Mengapa Orang Hanya Menonton Ketimbang Menolong Ketika Terjadi Kecelakaan?


Honda Arista Medan
Salah satu korban yang selamat, Karmila, menuturkan pengalamananya keluar dar bus dengan susah payah setelah bus itu terjatuh, terguling dan kemudian berhenti.

Meski warga sekitar berdatangan, mereka tidak bergerak menolong, malah merekam situasi mencekam yang terjadi dengan gawai mereka.

Bahkan, ketika perempuan berusia 44 tahun ini berhasil keluar dari bus dan berniat meminjam gawai salah satu warga untuk menelepon kerabatnya, warga itu enggan meminjaminya.

Pengamat media sosial, Nukman Luthfie, memandang fenomena ini menggambarkan perubahan perilaku masyarakat dalam mengaktualisasikan diri di media sosial.

Di tengah era media sosial dan internet cepat seperti sekarang, menurut Nukman, masyarakat cenderung memiliki keingingan menjadi orang pertama yang mengabarkan suatu hal, terutama hal-hal yang bakal menimbulkan perhatian massal.

"Biasanya yang mendapat perhatian massal itu kecelakaan, kebakaran, anak hilang, dan seterusnya, yang publik akan sangat perhatian sama itu. Publik di media sosial itu ada kecenderungan untuk menjadi yang pertama mengabarkan,"

Lalu, mengapa orang-orang hanya mendokumentasikan namun enggan menolong? Apa yang membuat orang mengabaikan orang lain yang membutuhkan bantuan?

Ahli psikologi dari Universitas Indonesia Hamdi Muluk menuturkan, penjelasan yang masuk akal adalah efek bystander (bystander effect) dan diffusion of responsibility, yang merupakan istilah psikologi sosial ketika orang tidak membantu dalam situasi darurat jika ada saksi lain yang hadir.
Baca : Sandiaga Ucapkan Selamat 'Lebaran Imlek' Kepada Warga Yang Ada di Petak Sembilan

Terinspirasi dari peristiwa pembunuhan Kitty Genovese pada tahun pertengahan 1960-an di New York, AS. Ketika hendak pulang ke apartemen dari tempat kerjanya, dia ditikam dari belakang dari belakang oleh seorang pria.

"Terus dia minta tolong. Padahal lampu di apartemen itu masih nyala semua. Tapi tidak satu pun menolong, karena saling lihat-lihatan."

"Sampai dia dua kali menjerit minta tolong, tidak ada juga yang menghubungi polisi. Semua saling melihat," ujar Hamdi.

Di sini lah terjadi efek bystander tersebut terjadi.

"Jadi kadang-kadang semakin banyak orang menyaksikan itu, malah bukan pertolongan yang terjadi," kata dia.

Menurut dia, saat ini fenomena bystander effect makin menjadi-jadi seiring makin banyaknya orang yang hanya menonton, bukannya menolong.

"Semakin banyak bystander, malah bukan pertolongan makin cepat, orang makin berpikir 'Loh kalau udah terjadi gini kan yang harus nolong polisi, bukan saya dong. Saya kan hanya orang yang menyaksikan'. Dia akan makin banyak mengandalkan pada otoritas."

Justru ironis, lanjut Hamdi, teori psikologi sosial menunjukkan orang malah akan sigap menolong, kalau yang menyaksikan sedikit.

"Semakin banyak orang, malah nggak nolong," tukasnya.

Hal ini diperparah dengan fenomena baru di tengah era media sosial, yaitu sense of publicity.

"Dia senang menjadi orang yang mem-publish. Karena dalam hukum publikasi, siapa yang cepat dia paling unggul. Jadi orang berlomba-lomba siapa yang paling dulu merekam."

"Jadi manusia dan era digital ini punya perilaku yang kontraproduktif."

Honda Arista SM.Raja
Medan
Melina | +6282276839111


No comments